Kamis, 12 Januari 2012


EVIDANCE BASED PERSALINAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar belakang
Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir kita sering mendengar tentang evidence based. Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan.
Hal ini terjadi karena ilmu kedokteran dan kebidanan berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan yang baru yang segera menggugurkan teori yang sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian – pengujian hipotesis baru yang lebih sempurna. Misalnya saja pada dunia kebidanan adalah jika sebelumnya dinyakini bahwa tindakan episiotomi merupakan prosedur rutin pada persalinan terutama primigravida, saat ini kenyakinan itu digugurkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa episiotomy rutin justru sering menimbulkan permasalahan yang kadang justru lebih merugikan bagi quality of life pasien. Itulah evidence based, melalui paradigma baru ini maka pedekatan medik barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan terkini yang secaca medic, ilmiah dan metodologi dapat diterima.
Atau dengan kata lain Evidence Based Midwifery atau yang lebih dikenal dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997).
Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah tindakan – tindakan yang tidak diperlukan/tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien,terutama pada proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi


BAB II
EVIDENCE BASED PADA KALA II PERSALINAN

A.           Hal-hal yang tidak bermanfaat
Pada proses persalinan kala II ini ternyata ada beberapa hal yang dahulunya kita lakukan ternyata setelah di lakukan penelitian ternyata tidak bermanfaat atau bahkan dapat merugikan pasien.
Adapun hal – hal yang tidak bermanfaat pada kala II persalinan berdasarkan EBM adalah :
No.
Tindakan yang dilakukan
Sebelum EBM
Setelah EBM
1.
Asuhan sayang ibu
Ibu bersalin dilarang untuk makan dan minum bahkan untuk mebersihkan dirinya
Ibu bebas melakukan aktifitas apapun yang mereka sukai
2.
Pengaturan posisi persalinan
Ibu hanya boleh bersalin dengan posisi telentang
Ibu bebas untuk memilih posisi yang mereka inginkan
3.
Menahan nafas saat mengeran
Ibu harus menahan nafas pada saat mengeran
Ibu boleh bernafas seperti biasa pada saat mengeran
4.
Tindakan epsiotomi
Bidan rutin melakukan episiotomy pada persalinan
Hanya dilakukan pada saat tertentu saja

Semua tindakan tersebut diatas telah dilakukan penelitian sehingga dapat di kategorikan aman jika dilakukan pada saat ibu bersalin. Adapun hasil penelitian yang diperoleh pada :
A.      Asuhan sayang ibu pada persalinan kala
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga saat penting sekali diperhatikan pada saat seorang ibu akan  bersalin.
Adapun asuhan sayang ibu berdasarkan EBM yang dapat meningkatkan tingkat kenyamanan seorang ibu bersalin antara lain :
1.      Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperleh kesimpulan bahwa :
a.     Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.
b.     Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk melarang makan dan minum.
c.      Efek mengurangi/mencegah  makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negative terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum. Ha ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larence 1982, Tamow-mordi Starw dkk 1981, Ruter Spence dkk 1980, Lucas 1980.
2.    Ibu diperbolehkan untuk memilih siapa pendamping persalinannya
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan kenyamanan dan keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat membentu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping saat proses persalinan ini berlangsung. Karena berdasarkan penelitian keuntungan hadirnya seorang pendemping pada proses persalinan adalah :
a.     Pendamping persalinan dapat meberikan dukungan baik secara emosional maupun pisik kepada ibu selama proses persalinan.
b.     Kehdiran suami juga merupakan dukungan moral karena pada saat ini ibu sedang mengalami stress yang sangat berat tapi dengan kehadiran suami ibu dapat merasa sedikit rileks karena merasa ia tidak perlu menghadapi ini semua seorang diri.
c.      Pendamping persalinan juga dapat ikut terlibat langsung dalam memberikan asuhan misalnya ikut membantu ibu dalam mengubah posisi sesuai dengan tingkat kenyamanannya masing – masing, membantu memberikan makan dan minum.
d.     Pendamping persalinan juga dapat menjadi sumber pemberi semangat dan dorongan kepada ibu selama proses persalinan sampai dengan kelahiran bayi.
e.     Dengan adanya pendamping persalinan ibu merasa lebih aman dan nyaman karena merasa lebih diperhatikan oleh orang yang mereka sayangi.
f.      Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.

B.       Pengaturan posisi persalinan pada persalinan kala II
Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang / litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan :
a.      Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan  berkurangnya aliran darah ibu ke janin.
b.      Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu posisi telentang juga mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma perineum yang lebih besar.
c.       Posisi telentang/litotomi  juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan bagian bawah janin.
d.      Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh-pembuluh lain dalam vena tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.
e.      Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung dan aka nada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung pada masa post partum (nifas).
Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi setengah duduk, berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj, Kakade alai 1995, Nikodeinn 1995, dan Gardosi 1989. Karenan posisi ini mempunyai kelebihan sebagai barikut :
a.     Posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tak nyaman dan nyeri.
b.    Posisi tegak dapat membantu proses persalinan kala II yang lebih seingkat.
c.     Posisi tegak membuat ibu lebih mudah mengeran, peluang lahir spontan lebih besar, dan robekan perineal dan vagina lebih sedikit.
d.    Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu panggul.
e.     Posisi tegak dalam persalinan memiliki hasil persalinan yang lebih baik dan bayi baru lahir memiliki nilai apgar yang lebih baik.
f.      Posisi berlutut dapat mengurangi rasa sakit, dan membantu bayi dalam mengadakan posisi rotasi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga mengurangi keluhan haemoroid.
g.     Posisi jongkok atau berdiri memudahkan dalam pengosongan kandung kemih. Karena kandung kemih yang penuh akan memperlambat proses penurunan bagian bawah janin.
h.     Posisi berjalan, berdiri dan bersandar efektif dalam membantu stimulasi kontraksi uterus serta dapat memanfatkan gaya gravitasi.
Oleh karena itu sebaiknya sebelum bidan hendak menolong persalinan sebaiknya melakukan hal – hal sebagai berikut
a.     Menjelaskan kepada ibu bersalina dan pendamping tentang kekurangan dan kelebihan berbagai posisi pada saat persalinan.
b.    Memberikan kesempatan pada ibu memilih sendiri posisi yang dirasakan nyaman.
c.    Mebicarakan tentang posisi-posisi pada ibu semasa kunjungan kehamilan.
d.   Memperagakan tekhnik dan metode berbagai posisi kepada ibu sebelum memasuki kala II.
e.    Mendukung ibu tentang posisi yang dipilihnya.
f.     Mengajak semua petugas untuk meninggalkan posisi litotomi.
g.    Menyediakan meja bersalin/tempat tidur yang memberi kebebasan menggunakan berbagai posisi dan mudah dibersihkan.

C.   Menahan nafas pada saat meneran
Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering sekali menganjurkan pasien untuk menahan nafas pada saat akan meneran dengan alasan agar tenaga ibu untuk mengeluarkan bayi lebih besar sehingga proses pengeluaran bayi pun enjadi lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian tindakan untuk menahan nafas pada saat mengeran ini tidak dianjurkan  karena :
a.      Menafas nafas pada saat meneran tidak menyebabkan kala II menjadi singkat.
b.      Ibu yang meneran dengan menahan nafas cenderung meneran hanya sebentar.
c.      Selain itu membiarkan ibu bersalin bernafas dan meneran pada saat ibu merasakan dorongan akan lebih baik dan lebih singkat.

D.     Tindakan episiotomi
Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin dilakukan terutama pada primigravida.  Padahal berdasarkan penelitian tindakan rutin ini tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :
a.     Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini merupakan “perdarahan yang tidak perlu”.
b.      Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka episiotomi dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu kurang baik.
c.       Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.
d.      Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi derajat tiga dan empat.
e.      Luka episiotomi  membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.
Karena hal – hal di atas maka tindakan episiotomy tidak diperbolehkan lagi. Tapi ada juga indikasi yang memperbolehkan tindakan epsiotomi pada saat persalinan. Antara lain indikasinya adalah :
a.      Bayi berukuran besar
Jika berat janin diperkirakan mencapai 4Kg, maka hal ini dapat menjadi indikasi dilakukannya episiotomy. Tapi asalkan pinggul ibu luas karena jika tidak maka sebaiknya ibu dianjurkan untuk melakukan SC saja untuk enghindari factor resiko yang lainnya.
b.      Perineum sangat kaku
Tidak semua persalinan anak pertama dibarengi dengan perineum yang kaku. Tetapi bila perineum sangat kaku dan proses persalinan berlangsung lama dan sulit maka perlu dilakukan episiotomi.
c.       Perineum pendek
Jarak perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan untuk dilakukan episiotomi, Apalagi jika diperkirakan bayinya besar. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera pada anus akibat robekan yang melebar ke bawah.


d.      Persalinan dengan alat bantu atau sungsang
Episiotomi boleh dilakukan jika persalinan menggunakan alat bantu seperti forcep dan vakum. Hal ini bertujuan untuk membantu mempermudah melakukan tindakan. Jalan lahir semakin lebar sehingga memperkecil resiko terjadinya cideraakibat penggunaan alat bantu tersebut. Begitu pula pada persalinan sungsang.
 


BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
            Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan. Evidance based persalinan adalah bukti-bukti/temuan-temuan terkini mengenai asuhan kebidanan pada ibu bersalin. Itulah evidence based, melalui paradigma baru ini maka pedekatan medik barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan terkini yang secaca medic, ilmiah dan metodologi dapat diterima.
Atau dengan kata lain Evidence Based Midwifery atau yang lebih dikenal dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997).
           
3.2       Saran
Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan, maka dapat diberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan Asuhan persalinan kepada klien dan menambah informasi dan wawasan.
1.      Bagi Instansi pendidikan
Disarankan agar mengembangkan pengetahuan tentang pelaksanaan asuhan persalinan guna menunjuang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dalam persalinan.
2.      Bagi Profesi Kebidanan
Disarankan agar mengembangkan pengetahuan kesehatan terkait pelaksanaan asuhan persalinan terhadap klien guna memonitoring perkembangan kesehatan ibu dalam persalinan.
3.      Bagi Pembaca
Disarankan agar memahami dan memperluas wawasan mengenai pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin.


DAFTAR PUSTAKA

Atikel Kesehatan.2009.Evidence Based Kesehatan.
Depkes RI, 2004. Asuhan Persalinan Normal, Edisi Baru dengan Resusitasi, Jakarta.
Handonowati,Anis.2009.Hubungan Pendamping Suami dengan Kelancaran Proses Persalinan. Diakses pada tanggal 1 mei 2009.
Mochtar,Rustam.1998. Sinopsis Obstetris, Buku Kedokteran EGC jilid 2. Jakarta.
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia,2006. Asuhan Kebidanan Terkini Hasil Evidence Based,MIDWIVES SEMINAR, Pengukuhan Bidan Delima SUMSEl.
www.akbidnet.com.2009. Perlukah Episiotomi. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2009.
www.google.com. 2008. http://luwzee.blogfriendster.com/2008. Asuhan Persalinan Normal. Diakses tanggal 21 oktober2009
www.tabloidnikita.com indikasi episiotomi. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,POGI JHPIEGO,Jakarta.

Selasa, 10 Januari 2012


MENENTUKAN UMUR KEHAMILAN

Menentukan umur hamil sangat penting untuk memperkirakan persalinan. Umur hamil dapat ditentukan dengan:
  1. Rumus Naegle
  2. Gerakan pertama fetus
  3. Palpasi abdomen
  4. Perkiraan tinggi fundus uteri
  5. Ultrasonografi

1.    Rumus Naegle

Rumus Naegle untuk menentukan hari perkiraan lahir (HPL, EDC= Expected Date of Confinement). Rumus ini terutama berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi terjadi pada hari ke 14. Rumus Naegle memperhitungkan umur kehamilan berlangsung selama 288 hari. Perhitungan kasarnya dapat dipakai dengan menentukan hari pertama haid dan ditambah 288 hari, sehingga perkiraan kelahiran dapat ditetapkan. Rumus Naegle dapat dihitung hari haid pertama ditambah 7 (tujuh) dan bulannya dikurang 3 (tiga) dan tahun ditambah 1 (satu).

2.    Gerakan Pertama Fetus

Gerakan pertama fetus dapat dirasakan pada umur kehamilan 16 minggu.

3.    Palpasi Abdomen

Palpasi abdomen dapat menggunakan :
  1. Rumus Bartholomew
  2. Rumus Mc Donald
  3. Palpasi Leopold

Rumus Bartholomew

Antara simpisis pubis dan pusat dibagi menjadi 4 bagian yang sama, maka tiap bagian menunjukkan penambahan 1 bulan. Fundus uteri teraba tepat di simpisis umur kehamilan 2 bulan (8 minggu). Antara pusat sampai prosesus xifoideus dibagi menjadai 4 bagian dan tiap bagian menunjukkan kenaikan 1 bulan. Tinggi fundus uteri pada umur kehamilan 40 minggu (bulan ke-10) kurang lebih sama dengan umur kehamilan 32 minggu (bulan ke-8).

Rumus Mc Donald

Fundus uteri diukur dengan pita. Tinggi fundus dikalikan 2 dan dibagi 7 memberikan umur kehamilan dalam bulan obstetrik dan bila dikalikan 8 dan dibagi 7 memberikan umur kehamilan dalam minggu.

Palpasi Leopold

Palpasi leopold merupakan teknik pemeriksaan pada perut ibu bayi untuk menentukan posisi dan letak janin dengan melakukan palpasi abdomen. Palpasi leopold terdiri dari 4 langkah yaitu:
  1. Leopold I : Leopold I bertujuan untuk mengetahui letak fundus uteri dan bagian lain yang terdapat pada bagian fundus uteri
  2. Leopold II : Leopold II bertujuan untuk menentukan punggung dan bagian kecil janin di sepanjang sisi maternal
  3. Leopold III : Leopold III bertujuan untuk membedakan bagian persentasi dari janin dan sudah masuk dalam pintu panggul
  4. Leopold IV : Leopold IV bertujuan untuk meyakinkan hasil yang ditemukan pada pemeriksaan Leopold III dan untuk mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah masuk pintu atas panggul Memberikan informasi tentang bagian presentasi: bokong atau kepala, sikap/attitude (fleksi atau ekstensi), dan station (penurunan bagian presentasi)
Taksiran berat janin
Taksiran ini hanya berlaku untuk janin dengan presentasi kepala. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Tinggi fundus uteri (dalam cm-n) x 155 = berat (gram)
Bila kepala belum masuk panggul maka n-12, jika kepala sudah masuk panggul maka n-11.

4.    Perkiraan Tinggi Fundus Uteri

Cara menentukan kehamilan dengan perkiraan tinggi fundus uteri:
  1. Mempergunakan tinggi fundus uteri
  2. Menggunakan alat ukur caliper
  3. Menggunakan pita ukur
  4. Menggunakan pita ukur dengan metode berbeda

Mempergunakan tinggi fundus uteri

Perkiraan tinggi fundus uteri dilakukan dengan palpasi fundus dan membandingkan dengan patokan.
Umur Kehamilan
12 minggu
1/3 di atas simpisis
16 minggu
½ simpisis-pusat
20 minggu
2/3 di atas simpisis
24 minggu
Setinggi pusat
28 minggu
1/3 di atas pusat
34 minggu
½ pusat-prosessus xifoideus
36 minggu
Setinggi prosessus xifoideus
40 minggu
2 jari di bawah prosessus xifoideus

Menggunakan alat ukur caliper

Caliper digunakan dengan meletakkan satu ujung pada tepi atas simfisis pubis dan ujung yang lain pada puncak fundus. Kedua ujung diletakkan pada garis tengah abdominal. Ukuran kemudian dibaca pada skala cm (centimeter) yang terletak ketika 2 ujung caliper bertemu. Ukuran diperkirakan sama dengan minggu kehamilan setelah sekitar 22-24 minggu.

Menggunakan pita ukur

Pita ukur merupakan metode akurat kedua dalam pengukuran TFU setelah 22-24 minggu kehamilan. Titik nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis dan pita pengukur ditarik melewati garis tengah abdomen sampai puncak. Hasil dibaca dalam skala cm, ukuran yang terukur sebaiknya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan setelah 22-24 minggu kehamilan.

Menggunakan pita ukur dengan metode berbeda

Garis nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis di garis abdominal, tangan yang lain diletakkan di dasar fundus, pita pengukur diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah, pengukuran dilakukan sampai titik dimana jari menjepit pita pengukur. Sehingga pita pengukur mengikuti bentuk abdomen hanya sejauh puncaknya dan kemudian secara relatif lurus ke titik yang ditahan oleh jari-jari pemeriksa, pita tidak melewati slope anterior dari fundus.
Caranya tidak diukur karena tidak melewati slope anterior tapi dihitung secara matematika sebagai berikut:

  • Sebelum fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus, tambahkan 4 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centi meternya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan.
  • Sesudah fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus, tambahkan 6 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centi meternya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan.

5.    Ultrasonografi

Tujuan ultrasonografi adalah:
  1. Konfirmasi kehamilan
  2. Mengetahui usia kehamilan

Konfirmasi kehamilan

Embrio dalam kantung kehamilan tampak pada awal kehamilan 5,5 minggu dan detak jantung janin tampak jelas dalam usia 7 minggu.

Mengetahui usia kehamilan

Penentuan umur kehamilan dengan USG menggunakan 3 cara yaitu:
  1. Mengukur diameter kantong kehamilan (GS=gestational sac) pada kehamilan 6-12 minggu
  2. Mengukur jarak kepala bokong (GRI=grown rump length) pada kehamilan 7-14 minggu
  3. Mengukur diameter biparietal (BPD) pada kehamilan lebih 12 minggu