EVIDANCE BASED PERSALINAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan
terakhir kita sering mendengar tentang evidence based. Evidence based artinya
berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata.
Semua harus berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti
ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan.
Hal ini terjadi karena ilmu kedokteran dan kebidanan
berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang
lalu secara cepat digantikan dengan temuan yang baru yang segera menggugurkan
teori yang sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja
segera ditinggalkan karena muncul pengujian – pengujian hipotesis baru yang
lebih sempurna. Misalnya saja pada dunia kebidanan adalah jika sebelumnya
dinyakini bahwa tindakan episiotomi merupakan prosedur rutin pada persalinan
terutama primigravida, saat ini kenyakinan itu digugurkan oleh temuan yang
menunjukkan bahwa episiotomy rutin justru sering menimbulkan permasalahan yang
kadang justru lebih merugikan bagi quality of life pasien. Itulah evidence
based, melalui paradigma baru ini maka pedekatan medik barulah dianggap
accountable apabila didasarkan pada temuan terkini yang secaca medic, ilmiah
dan metodologi dapat diterima.
Atau dengan kata lain Evidence Based Midwifery atau yang
lebih dikenal dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara
bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam
penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997).
Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting
peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah
tindakan – tindakan yang tidak diperlukan/tidak bermanfaat bahkan merugikan
bagi pasien,terutama pada proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan
lancar dan aman sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian
bayi
BAB II
EVIDENCE BASED PADA KALA II PERSALINAN
A.
Hal-hal
yang tidak bermanfaat
Pada
proses persalinan kala II ini ternyata ada beberapa hal yang dahulunya kita
lakukan ternyata setelah di lakukan penelitian ternyata tidak bermanfaat atau
bahkan dapat merugikan pasien.
Adapun
hal – hal yang tidak bermanfaat pada kala II persalinan berdasarkan EBM adalah
:
No.
|
Tindakan yang dilakukan
|
Sebelum EBM
|
Setelah EBM
|
1.
|
Asuhan sayang ibu
|
Ibu bersalin dilarang untuk makan
dan minum bahkan untuk mebersihkan dirinya
|
Ibu bebas melakukan aktifitas
apapun yang mereka sukai
|
2.
|
Pengaturan posisi persalinan
|
Ibu hanya boleh bersalin dengan
posisi telentang
|
Ibu bebas untuk memilih posisi
yang mereka inginkan
|
3.
|
Menahan nafas saat mengeran
|
Ibu harus menahan nafas pada saat
mengeran
|
Ibu boleh bernafas seperti biasa
pada saat mengeran
|
4.
|
Tindakan epsiotomi
|
Bidan rutin melakukan episiotomy
pada persalinan
|
Hanya dilakukan pada saat tertentu
saja
|
Semua tindakan tersebut diatas telah dilakukan penelitian
sehingga dapat di kategorikan aman jika dilakukan pada saat ibu bersalin.
Adapun hasil penelitian yang diperoleh pada :
A.
Asuhan sayang ibu pada persalinan
kala
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling
menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga saat penting
sekali diperhatikan pada saat seorang ibu akan bersalin.
Adapun asuhan sayang ibu berdasarkan EBM yang dapat
meningkatkan tingkat kenyamanan seorang ibu bersalin antara lain :
1. Ibu tetap di perbolehkan makan dan
minum karenan berdasarkan EBM diperleh kesimpulan bahwa :
a. Pada saat bersalin ibu mebutuhkan
energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk
beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses persalinan
akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat
menyebabkan gawat janin.
b. Ibu bersalin kecil kemungkinan
menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk melarang makan dan minum.
c. Efek mengurangi/mencegah makan
dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan
dapat berakibat negative terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu ibu
bersalin tetap boleh makan dan minum. Ha ini berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Larence 1982, Tamow-mordi Starw dkk 1981, Ruter Spence dkk 1980,
Lucas 1980.
2. Ibu diperbolehkan untuk memilih
siapa pendamping persalinannya
Asuhan sayang ibu adalah asuhan
dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu.
Dimana dengan asuhan sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan
kenyamanan dan keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang
dapat membentu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping
saat proses persalinan ini berlangsung. Karena berdasarkan penelitian
keuntungan hadirnya seorang pendemping pada proses persalinan adalah :
a. Pendamping persalinan dapat
meberikan dukungan baik secara emosional maupun pisik kepada ibu selama proses
persalinan.
b. Kehdiran suami juga merupakan
dukungan moral karena pada saat ini ibu sedang mengalami stress yang sangat
berat tapi dengan kehadiran suami ibu dapat merasa sedikit rileks karena merasa
ia tidak perlu menghadapi ini semua seorang diri.
c. Pendamping persalinan juga dapat
ikut terlibat langsung dalam memberikan asuhan misalnya ikut membantu ibu dalam
mengubah posisi sesuai dengan tingkat kenyamanannya masing – masing, membantu
memberikan makan dan minum.
d. Pendamping persalinan juga dapat
menjadi sumber pemberi semangat dan dorongan kepada ibu selama proses
persalinan sampai dengan kelahiran bayi.
e. Dengan adanya pendamping persalinan
ibu merasa lebih aman dan nyaman karena merasa lebih diperhatikan oleh orang
yang mereka sayangi.
f. Ibu yang memperoleh dukungan
emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih singkat,
intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.
B.
Pengaturan posisi persalinan pada
persalinan kala II
Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya
di anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang / litotomi. Tetapi
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak
boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan
:
a. Bahwa posisi telentang pada proses
persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah ibu ke janin.
b. Posisi telentang dapat berbahaya
bagi ibu dan janin , selain itu posisi telentang juga mengalami konntraksi
lebih nyeri, lebih lama, trauma perineum yang lebih besar.
c.
Posisi telentang/litotomi juga
dapat menyebabkan kesulitan penurunan bagian bawah janin.
d. Posisi telentang bisa menyebabkan
hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior
serta pembluh-pembuluh lain dalam vena tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan
ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.
e. Posisi litotomi bisa menyebabkan
kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung dan aka nada rasa sakit yang
lebih banyak di daerah punggung pada masa post partum (nifas).
Adapun posisi yang dianjurkan pada
proses persalinan antara lain posisi setengah duduk, berbaring miring, berlutut
dan merangkak. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj,
Kakade alai 1995, Nikodeinn 1995, dan Gardosi 1989. Karenan posisi ini
mempunyai kelebihan sebagai barikut :
a. Posisi tegak dilaporkan mengalami
lebih sedikit rasa tak nyaman dan nyeri.
b. Posisi tegak dapat membantu proses
persalinan kala II yang lebih seingkat.
c. Posisi tegak membuat ibu lebih mudah
mengeran, peluang lahir spontan lebih besar, dan robekan perineal dan vagina
lebih sedikit.
d. Pada posisi jongkok berdasarkan
bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya peregangan bagian bawah simfisis
pubis akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu
panggul.
e. Posisi tegak dalam persalinan
memiliki hasil persalinan yang lebih baik dan bayi baru lahir memiliki nilai
apgar yang lebih baik.
f. Posisi berlutut dapat mengurangi
rasa sakit, dan membantu bayi dalam mengadakan posisi rotasi yang diharapkan
(ubun-ubun kecil depan) dan juga mengurangi keluhan haemoroid.
g. Posisi jongkok atau berdiri
memudahkan dalam pengosongan kandung kemih. Karena kandung kemih yang penuh
akan memperlambat proses penurunan bagian bawah janin.
h. Posisi berjalan, berdiri dan
bersandar efektif dalam membantu stimulasi kontraksi uterus serta dapat
memanfatkan gaya gravitasi.
Oleh karena itu sebaiknya sebelum
bidan hendak menolong persalinan sebaiknya melakukan hal – hal sebagai berikut
a. Menjelaskan kepada ibu bersalina dan
pendamping tentang kekurangan dan kelebihan berbagai posisi pada saat
persalinan.
b. Memberikan kesempatan pada ibu
memilih sendiri posisi yang dirasakan nyaman.
c. Mebicarakan tentang posisi-posisi
pada ibu semasa kunjungan kehamilan.
d. Memperagakan tekhnik dan metode
berbagai posisi kepada ibu sebelum memasuki kala II.
e. Mendukung ibu tentang posisi yang
dipilihnya.
f. Mengajak semua petugas untuk
meninggalkan posisi litotomi.
g. Menyediakan meja bersalin/tempat
tidur yang memberi kebebasan menggunakan berbagai posisi dan mudah dibersihkan.
C. Menahan
nafas pada saat meneran
Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering
sekali menganjurkan pasien untuk menahan nafas pada saat akan meneran dengan
alasan agar tenaga ibu untuk mengeluarkan bayi lebih besar sehingga proses
pengeluaran bayi pun enjadi lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian
tindakan untuk menahan nafas pada saat mengeran ini tidak dianjurkan
karena :
a. Menafas nafas pada saat meneran
tidak menyebabkan kala II menjadi singkat.
b. Ibu yang meneran dengan menahan
nafas cenderung meneran hanya sebentar.
c. Selain itu membiarkan ibu bersalin
bernafas dan meneran pada saat ibu merasakan dorongan akan lebih baik dan lebih
singkat.
D. Tindakan
episiotomi
Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin
dilakukan terutama pada primigravida. Padahal berdasarkan penelitian
tindakan rutin ini tidak boleh dilakukan secara rutin pada proses persalinan
karena :
a. Episiotomi dapat menyebabkan
perdarahan karena episiotomy yang dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat
kepala janin belum menekan perineum akan mengakibatkan perdarahan yang banyak
bagi ibu. Ini merupakan “perdarahan yang tidak perlu”.
b. Episiotomi dapat enjadi pemacu
terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka episiotomi dapat enjadi pemicu
terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu kurang baik.
c.
Episiotomi dapat menyebabkan rasa
nyeri yang hebat pada ibu.
d. Episiotomi dapat menyebabkan
laserasi vagina yang dapat meluas menjadi derajat tiga dan empat.
e. Luka episiotomi membutuhkan
waktu sembuh yang lebih lama.
Karena hal – hal di atas maka
tindakan episiotomy tidak diperbolehkan lagi. Tapi ada juga indikasi yang
memperbolehkan tindakan epsiotomi pada saat persalinan. Antara lain indikasinya
adalah :
a. Bayi berukuran besar
Jika berat janin diperkirakan
mencapai 4Kg, maka hal ini dapat menjadi indikasi dilakukannya episiotomy. Tapi
asalkan pinggul ibu luas karena jika tidak maka sebaiknya ibu dianjurkan untuk
melakukan SC saja untuk enghindari factor resiko yang lainnya.
b. Perineum sangat kaku
Tidak semua persalinan anak pertama
dibarengi dengan perineum yang kaku. Tetapi bila perineum sangat kaku dan
proses persalinan berlangsung lama dan sulit maka perlu dilakukan episiotomi.
c.
Perineum pendek
Jarak perineum yang sempit boleh
menjadi pertimbangan untuk dilakukan episiotomi, Apalagi jika diperkirakan
bayinya besar. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera pada anus
akibat robekan yang melebar ke bawah.
d. Persalinan dengan alat bantu atau
sungsang
Episiotomi boleh dilakukan jika
persalinan menggunakan alat bantu seperti forcep dan vakum. Hal ini bertujuan
untuk membantu mempermudah melakukan tindakan. Jalan lahir semakin lebar
sehingga memperkecil resiko terjadinya cideraakibat penggunaan alat bantu
tersebut. Begitu pula pada persalinan sungsang.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Evidence based artinya berdasarkan
bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua
harus berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah
terkini yang bisa dipertanggungjawabkan. Evidance based persalinan adalah
bukti-bukti/temuan-temuan terkini mengenai asuhan kebidanan pada ibu bersalin. Itulah
evidence based, melalui paradigma baru ini maka pedekatan medik barulah
dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan terkini yang secaca medic,
ilmiah dan metodologi dapat diterima.
Atau dengan kata lain Evidence Based Midwifery atau yang
lebih dikenal dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara
bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam
penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997).
3.2 Saran
Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan, maka dapat
diberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam
rangka meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan Asuhan persalinan kepada klien
dan menambah informasi dan wawasan.
1. Bagi Instansi pendidikan
Disarankan agar mengembangkan pengetahuan tentang
pelaksanaan asuhan persalinan guna menunjuang peningkatan kualitas kesehatan
ibu sehingga dapat menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dalam persalinan.
2. Bagi Profesi Kebidanan
Disarankan agar mengembangkan pengetahuan kesehatan terkait
pelaksanaan asuhan persalinan terhadap klien guna memonitoring perkembangan
kesehatan ibu dalam persalinan.
3. Bagi Pembaca
Disarankan agar memahami dan memperluas wawasan mengenai pelaksanaan
asuhan kebidanan pada ibu bersalin.
DAFTAR PUSTAKA
Atikel
Kesehatan.2009.Evidence Based Kesehatan.
Depkes RI,
2004. Asuhan Persalinan Normal, Edisi Baru dengan Resusitasi, Jakarta.
Handonowati,Anis.2009.Hubungan
Pendamping Suami dengan Kelancaran Proses Persalinan. Diakses pada tanggal
1 mei 2009.
Mochtar,Rustam.1998.
Sinopsis Obstetris, Buku Kedokteran EGC jilid 2. Jakarta.
Pengurus
Pusat Ikatan Bidan Indonesia,2006. Asuhan Kebidanan Terkini Hasil Evidence
Based,MIDWIVES SEMINAR, Pengukuhan Bidan Delima SUMSEl.
www.akbidnet.com.2009. Perlukah Episiotomi.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2009.
www.google.com. 2008. http://luwzee.blogfriendster.com/2008. Asuhan Persalinan Normal.
Diakses tanggal 21 oktober2009
Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal,POGI JHPIEGO,Jakarta.